Monday, May 7, 2012

Pengaruh Status Sosial Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Siswa (edisi revisi-4/sepenting ACC)


A. Latar Belakang Masalah

Semenjak dilahirkan manusia sudah mempunyai naluri untuk hidup berkawan, sehingga dia disebut social animal. (Soekanto, 1990:27) Manusia sebagai mahluk sosial, mempunyai ketergantungan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Manusia sebagai mahluk sosial juga senang bergaul dengan teman-temannya, dan hidup bersama dalam masyarakat.


Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. (Soemardjan dan Soemardi dalam Gunawan, 2000:4). Manusia dituntut untuk mengembangkan diri sebagai makhluk sosial untuk hidup bersama masyarakat. Untuk mempelajari pandangan hidup bermasyarakat, manusia hidup bersama pertama-tama dalam bentuk yang lebih kecil atau miniatur dari pada masyarakat. Sebagaimana Ahmadi dan Uhbiyati, (2001:65-66) mengatakan : “Keluarga merupakan miniatur dari pada masyarakat dalam kehidupan anak, maka pengenalan kehidupan keluarga sedikit atau banyak pasti akan memberi warna pada pandangan anak terhadap hidup bermasyarakat. Dan juga corak kehidupan pergaulan di dalam keluarga akan ikut menentukan atau mempengaruhi perkembangan diri anak.”


Keluarga merupakan kunci sistem stratifikasi dan mekanisme sosial yang memeliharanya. (J.
Good dalam Hasyim dan Simamora, 1985:162) Artinya, kedudukan utama setiap keluarga ialah fungsi pengantara pada masyarakat besar, sebagai penghubung pribadi dengan struktur sosial yang lebih besar.



Keluarga itu terdiri dari pribadi-pribadi, tetapi merupakan bagian dari jaringan sosial yang lebih besar. Sebab itu kita selalu berada dibawah pengawasan saudara-saudara kita, yang merasakan bebas mengkritik, menyarankan, memerintah, membujuk, memuji, atau mengancam, agar kita melakukan kewajiban yang telah ditetapkan kepada kita. Laki-laki yang telah mencapai kedudukan tinggi biasanya menyadari bahwa sekalipun mereka pernah tetap tunduk terhadap kritik orang tua, tetapi akan tetap marah dan terluka jika dihina saudaranya. (J. Good dalam Hasyim dan Simamora, 1985:4) Jelasnya bahwa orang tua lebih memiliki peranan dan pengaruh bagi seorang anak dalam keluarga, dari pada saudara-saudaranya.


Dalam kehidupan keluarga, ayah sebagai kepala keluarga lebih besar tanggung jawabnya untuk memberi nafkah, memberi pakaian, membimbing, dan hal lain yang dibutuhkan. Sedangkan peran ibu adalah membantu tanggung jawab ayah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti : mengatur rumah tangga, menyediakan makanan, merawat, mempersiapkan sarapan, pakaian dan sebagainya.


Biasanya adalah ayah yang wajib mencari penghasilan. Seorang ibu, apabila penghasilan ayah tidak mencukupi, turut pula mencari penghasilan tambahan. Yang jelas adalah bahwa pola pendidikan anak mengalami perubahan. Sebagian dari pendidikan anak-anak benar-benar diserahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan diluar rumah seperti di sekolah. (Soekanto, 1990:413) Di Indonesia memang hampir dapat dikatakan mengenai urusan pendidikan sepenuhnya diwakilkan ke sekolah. Pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan yang diberikan di sekolah, merupakan kelanjutan dari apa yang diberikan dalam keluarga. Seperti halnya orang tua, guru di sekolah selain bertugas untuk mengajar, juga memiliki peran sebagai pengganti orang tua dalam mendidik siswa-siswinya.

Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar. Sebagaimana Dimyati dan Mudjiono (2006:80) yang mengutip dari  Koeswara, Siagian, Schien, Biggs dan Telfer mengatakan bahwa “siswa belajar karena didorong oleh Kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar.”

Dari uraian diatas, motivasi belajar sepertinya merupakan modal pokok untuk dapat meraih sukses dalam belajar. Banyak cara untuk mendapatkan motivasi ini, namun yang mungkin paling menentukan motivasi belajar tersebut adalah motivasi dari orang tua.

Orang tua siswa yang berstatus sosial ekonomi tinggi, tidaklah banyak mengalami kesulitan untuk membeli buku-buku pelajaran, pensil, penggaris yang diperlukan dalam belajar. Siswa yang berasal dari keluarga kaya lebih mempunyai kesempatan untuk berkreasi dan dapat terpenuhi kebutuhannya. Selain itu, orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga memungkinkan untuk lebih percaya diri pada kemampuan mereka untuk membantu anak-anak mereka dalam proses belajar.


Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita temukan adanya kesenjangan sosial orang tua yang berakibat pada pendidikan yang seharusnya dimiliki anak. Misalnya, pendidikan anak cenderung terbengkalai apabila orang tua sibuk dengan pekerjaannya. Seperti halnya anak seorang perantau atau anak dari TKI yang meninggalkan anak di negeri asalnya. Selain status pekerjaan orang tua ada juga status pengalaman dan keilmuan orang tua yang berpengaruh pada keberhasilan siswa dalam belajar. Contoh: Siswa yang berasal dari keluarga yang orang tuanya berstatus sarjana. Kedisiplinan belajar mereka dalam pendidikan lebih diperhatikan. Misalnya, anak dari seorang guru mempunyai jadwal tertentu untuk belajar dirumah dan diberi waktu khusus untuk keluar rumah. Sedangkan anak yang orang tuanya hanya berijazah SD atau yang tidak sekolah sama sekali kurang memperhatikan kedisiplinan anak dalam belajar.


Ketika orang tua yang status ekonomi rendah tidak mampu memenuhi biaya kebutuhan dalam proses belajar anak seperti buku pelajaran. Serta orang tua yang status pendidikan rendah kurang memberi bimbingan dan pembinaan dalam proses belajar anak. Hal ini tentu mempengaruhi terhadap motivasi anak dalam belajar.


Refrensi :
1.  Ahmadi, Abu dan Nur Urbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan. (Ed. Ke-2). Jakarta: Rineka Cipta.
2.  Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. (Ed. Ke-3). Jakarta: Asdi Mahasatya.
3. Gunawan, Ary H. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta:  Rineka Cipta.
4   J. Good, william  Tanpa tahun. Terjemah oleh Hasyim, Lailanoum dan Sahat Simamora. 1985. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bina Aksara
5. Soekanto, Sarjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:RajaGrafindo Persada.